Rabu, 24 Oktober 2012


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Aliran teologi Kontemporer merupakan aliran yang bergerak dalam bidang ekonomi, social dan politik serta benar-benar fokus dan maju dibidang kajiannya untuk memperjuangkan nasib manusia yang terengut, bukan aliran telogi negatif yang ditakuti menentang dunia.
Secara praktis teologi klasik walaupun berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-perbuatan manusia, ternyata pandangan ini tidak bisa memberi motivasi tindakan dalam menghadapi kenyataan kehidupan konkrit manusia.
Sebab, format atau penyusunan teologi tidak didasarkan atas kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Karena itu, perlu ada rekonstruksi terhadap teologi Islam sehingga semangat teologi pembebasan dan teologi lingkungan yang merupakan perintah ajaran Islam dapat terwujud. Semangat teologi pembebasan belakangan muncul dari gereja, kalaupun kita terinspirasi darinya itu tidak bertentangan dengan Islam. Bukankah secara histori Nabi Muhammad SAW adalah orang yang pertama memberikan contoh, beliau sangat peduli dengan orang tertindas, dan peduli dengan lingkungan.
Sungguh kepada umat Islam agar berbuat sesuatu untuk membebaskan saudara kita dari jeratan yang dilakukan rentenir menghisap darah masyarakat miskin berpenghasilan rendah dengan pinjaman-pinjaman yang berbunga. Terjunlah ke masyarakat untuk mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan masyarakat miskin untuk berwirausaha dan bekerja secara mandiri serta memperhatikan, memelihara dan menjaganya bukan merusakannya, terkutuklah mereka yang berbuat kerusakan di bumi.(Ar-rum: 41):
ظهر الفسادفى البروالبحربماكسبت ايدالناس ليذيقهم بعض الذى عملوالعلهم يرجعون {الروم:41}

Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali”.(Q.S.Ar-Rum:41)
 Munculnya gerakan/paham/ aliran dengan keyakinan yang mantap untuk berbuat dan menerjunkan diri pada tatanan social merupakan deklarasi keimanan yang diterjemahkan atau dioperasionalkan ke dalam masyarakat. Sekiranya mau membentangkan catatan sejarah sejak Nabi Muhammad SAW dan dilanjuti oleh ulama-ulama yang setia tetap eksis melakukan gerakan dan inovasi untuk mengayomi, melindungi dan mengawasi masyarakat dan lingkungan.
Apa dan bagaimana gerakan serta inovasi aliran teologi kontemporer khususnya teologi pembebasan dan teologi lingkungan, maka melalui ini penulis akan mencoba mempaparkannya.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian teologi Kontemporer ?
2.      Latar belakang apa yang mendasari timbulnya teologi kontemporer ?
3.      Siapakah tokoh-tokoh yang berperan dalam teologi kontemporer ?
1.3  Tujuan
1.      Untuk menjelaskan pengertian teologi Kontemporer
2.      Untuk menjelaskan latar belakang timbulnya teologi Kontemporer
3.      Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan dalam teologi Kontemporer
4.      Untuk mengetahui bagaimanakah teologi kontemporer itu



BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teologi Kontemporer

            Menurut kamus besar bahasa Indonesia aliran berarti haluan, pendapat, paham. Sedangkan kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini; dewasa ini. Teologi kontemporer ini merupakan upaya menjawab konteks social yang ada dan bentuknya praktis, bisa pada teologi pembebasan, lingkungan, humanistic dan lain-lainnya. Intinya teologi kontemporer tidak bersifat teoritis, hanya menyajikan langkah praktis perwujudan dari nash dalam menghadapi persoalan yang ada atau dihadapinya.
Berdasarkan teori diatas dapat dipahama bahwa teologi kontemporer berorientasi pada pada transformasi sosial masyarakat, melakukan langkah praktis karena perintah nash. Sedangkan aliran teologi klasik sebagaimana kita bahas yang lalu, hanya berkutat pada persoalan hakikat yang berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-perbuatan manusia.

2.2 Latar belakang munculnya teologi kontemporer

Selama ini pola pikir dan logika yang digunakan dalam ilmu teologi (aqidah, dokrin, dogma) adal pola piker deduktif, pola pikir yang tergantung pada sumber utama (teks) sejauh yang diketahui bahwa pola piker deduktif hanyalah salah satu saja dari pola pikir ada. Masih ada yang disebut dengan induktif dan abduktif. Pola pikir induktif mengatakan bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari reakitas empiris-historis. Realitas empiris-historis yang berubah-ubah, yang bias ditangkap oleh indra dan dirasakan oleh pengalaman dan selanjutnya diabtrasikan menjadi konsep-konsep, rumus-rumus, ide-ide, gagasan-gagasan, dalil-dalil yang disusun sendiri oleh akal pikiran.[1]
Dalam pola pikir induktif tidak ada sesuatu apapun yang disebut ilusif. Semua yang dikenal manusia dalam dunia konkret ini dapat dijadikan bahan dasar ilmu pengetahuan, tidak terkecuali ilmu teologi. Persolan-persoalan yang dihadapi pada masa sekarang ini lebih diwarnai isu-isu yang menuntut masalah kemanusiaan secara universal. Isu seperti demokrasi, pluralisasi agama dan budaya, hak asai manusia, lingkungan hidup, kemiskinan structural, menjadi tantangan sekaligus menjadi agenda persoalan yang dihadapi oleh generasi kini. Isu-isu tersebut jelas berbada dengan isu-isu abad tengah dan zaman klasik yang biasa diangkat dalam kajian teologi dan falsafah islam klasik. [2]
Ketika dihadapkan pada isu-isu tersebut, pengembangan dan pembaharuan ilmu teologi memang merupakan keniscayaan. Tahap awal dalam upaya pengembalikan “keseimbangan” antara bobot ilmu teologi klasik yang bermuatan moralitan normative dan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan kontemporer yang bersifat empiris mutlak diperlukan kritik epistemologis yang mendasar.[3]
Selain itu, secara praktis, teologi tidak bias menjadi ‘pandangan yang benar-benar hidup’ yang memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkrit manusia. Sebab, penyusunan teologi tidak didasarkan atas kesadaran murni dan nila-nilai perbuatan manusia, sehingga muncul keterpecahan (split) antara keimanan teoritik dan keimanan praktis dalam umat, yang gilirannya melahirkan sikap-sikap moral ganda atau ‘singkritisme kepribadian’.[4]
Dalam upaya merekonstruksi untuk menuju sebuah format teologi yang bias berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran yang berjalan saat ini, maka objek kajian ilmu teologi klasik yang  bersifat transedent-spekulatif, seperti pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan, yang relevansinya kurang jelas dengan kehidupan masa kini harus diganti dengan kajian yang lebih actual, seperti hubungan Tuhan dengan manusia dan sejarah, korelasi antara keyakinan agama dan pemeliharaan keadilan dan masih banyak lagi aspek lain. Yakni perlu diupayakan pergeseran wilayah pemikiran yang dahulu hanya memusatkan perhatian kepada persoalan-persoalan ketuhanan (teologi) ke arah paradigma pemikiran yang lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan kemanusiaan (antropologi).[5] 
Untuk merespon persoalan kemanusiaan yang timbul di berbagai belahan dunia dan di tanah air (Indonesia)dalam satu dasawarsa terakhir, teologi islam abdad klasik dan abad pertengahan yang lebih sibuk mengurusi tuhan, amat teoritis, teosentris, elitis, dan konseptual statis, jelas tidak memadai. Disamping itu juga teologi tersebut tidak mewakili pandangan islam secara utuh, bila bukan telah mengaburkannya. Akan tetapi teologi semacam ini masih sja mempengaruhi cara berfikir umat islam sampai sekarang karena formulasi pandangan dunia alquran yang lebih adil dan utuh, dalam proses permulaan dikerjakaan oleh sarjana-sarjana muslim.[6] 
Aliran teologi ini dapat dipandanng sebagai  islam kiri, teologi kiri, teologi kaum tertindas, teologi trasformatif atau tauhid social, islam liberal, islam progresif khazanah, dsb. Kadang-kadang aliran ini bisa saja dinilai positif dan negatif. Positif jika dapat bergerak dalam bidang ekonomi, sosial dan politik serta benar-benar fokus dan maju dibidang kajiannya dan bisa negatif bila dilihat sebagai sebuah gerakan mandiri yang tampak menantang dunia.

2.3Teologi Pembebasan

Teologi pembebasan adalah semangat membela kaum lemah tertindas dan memerangi kemiskinan. Menurut Engineer, bahwa teologi pembebasan merupakan pengakuan dan memerlukan perjuangan secara serius masalah bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia dengan penyusunan kembali tatanan social menjadi tatanan dengan tidak eksploitatif tetapi adil dan sederajat.[7]
Dari paparan dan penjelasan di atas, berarti teologi pembebasan menggunakan agama sebagai sebuah dasar atau landasan untuk bergerak, atau dengan kata lain teologi pembebasan adalah menjadikan agama landasan/ideologi menggerakkan mereka (kaum du’afa) untuk memperjuangkan hak-hak yang terenggut. Gerakan ini diberi nama teologi, karena perjuangan yang dibawa dikaitkan dengan keyakinan agama.
Teologi pembebasan bukan mengiyakan penderitaan, kesensaraan dan ketertindasan lalu dianggap sebagai takdir yang mesti diterima, mengagap Tuhan telah memberi celah kepada para ilmuan untuk mengisi kekosongan temporer atau mengagap kegagalan manusia disebabkan intervensi dari Allah swt, akan tetapi teologi ini berpandangan keterbatasan, kegagalan manusia terletak pada kreativitas dan kematangannya, untuk itu manusia hendaknya berjuang.
“Agama adalah Candu Masyarakat”, demikian sepenggal kalimat yang dianggap saripati pandangan Karl Marx terhadap agama. Agama, menurut Marx adalah ciptaan manusia sebagai tempat untuk berkeluh kesah dan pelarian sementara, mengalihkan diri dari realitas penderitaan yang di alami oleh manusia. Agama meenyediakan ajaran-ajaran yang meninabobokan para pengikutnya agar lebih menerima kenyataan yang ia alamai sebagai bagian dari perjalanan hidup yang dikehendaki Tuhan.[8]
Pandangan Marx ini didasaarkan pada realitas pada zamannya, dimana agama tidak berbuat apa-apa pada saat umatnya mengalami kemiskinan, penderitaan, dan penindasan oleh eksploitasi para kapitalis yang mendapat dukungan dari para birokrat. Justru dalam kondisi demikian, kaum agamawan lebih memihak pada ke kaum kapitalis, dan memberikan legitimasi atas kondisi dan sistem ekonomi yang ada. Agama telah terkooptasi oleh kepentingan para kapitalis dan para birokrat.
Apakah Islam juga mengalami hal yang sama sebagaimana agama yang disaksikan Marx? Untuk sebagian, jawabannya adalah “ya”. Menurut Hassan Hanafi, Islam yang telah terkooptasi menjadi hanya sekedar kumpulan ritus-ritus, perayaan-perayaan, dan kepercayaan ukhrawi saja.[9]

2.4 Perspektif Islam, Tokoh Teologi Pembebasan dan Pemikirannya

Sedangkan teologi pembebasan menurut pandangan Islam perlu kita telusuri dari catatan sejarah, Sesungguhnya Rasulullah SAW merupakan pelopor membebaskan orang-orang tertindas dan kaum dhu’afa. Nabi Muhammad SAW sangat dekat dengan orang-orang miskin dan tertindas. Begitu juga dengan para sahabat dan ulama-ulama yang sangat mencintai Islam mereka mempelopori memperjuangkan keadilan dan semangat membela kaum tak berdaya.
Islam adalah agama social, menjunjung tinggi hak-hak orang lain, dan orang yang tidak memperdulikan kaum du’afa dikatakan pendusta Agama dalam Al-quran. Al-ma’un:1-3:
ارايت الّذي يكذّب بالذّين{1} فذالك الّذي يدعّ اليتيم{2} ولايحضّ على طعام المسكين{3}
“1.Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim. 3.Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin”.(Q.S.Al-Ma’un:1-3)
Dari paparan ayat diatas, menunjukan bahwa adanya kewajiban memberikan makan orang miskin, secara muradif berdosa bila tidak memperjuangan nasib-nasib orang tertindas dan terania. Terinspirasi inilah para ulama-ulama berkewajiban membela bahkan sampai-sampai melakukan perlawanan dalam rangka memperjuangkan pembebasan.
Di bawah ini akan dibentangkan tokoh-tokoh dengan gigih memperjuangkan kebebasan, antara lain :

1. Asghar Ali Engineer
Asghar Ali Engineer adalah seorang Muslim India. Ia adalah seorang pemikir, penulis dan aktivis sekaligus. Pemikirannya yang paling dikenal  adalah mengenai Islam dan Teologi Pembebasan. Asghar lahir pada 10 Maret 1939 di Salumbar, Rajastan India. Ayahnya, Shaikh Qurban Hussain adalah seorang ulama pemimpin kelompok Daudi Bohras.[10] Menurut Engineer sebagaimana dikutip Dayan lubis, bahwa tiga alasan upaya pembebasan:
“Pertama: Islam, terutama teologi Islam selama ini berkembang tidak relevan lagi dengan konteks social yang ada. Kedua : Teologi itu pasti mengalami demistified dari apa yang sebenarnya dimaksudkan Islam. Ketiga : Mengembalikan seperti semula komitmen Islam terhadap terciptanya keadilan social-ekonomi dan tehadap golongan lemah.”[11]
Asghar Ali mempertegaskan perjuangan membela dan menegakkan teologi pembebasan merupakan suatu perintah. Hal ini sesuai firman Allah sebagai dalsm Alquran surat An-Nisa’ayat 75 dan surat Al-Qashos ayat 5 yang artinya:
Mengapa kamu tak hendak berperang di jalan Allah dan golongan yang lemah baik laki-laki, wanita maupun anak-anak yang mengatakan. Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya aniaya dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung dan berilah kami dari sisi-Mu seorang pembela”.(QS. An-Nisa’: 75)
Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi Mesir itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi”.(QS. Al-Qashos: 5)
Akhirnya dengan dorongan yang kuat memperjuangkan nasib kaum tertindas serta menganggap teologi pembebasan suatu nilai yang suci dan tujuan ilahiyyah.[12] Dan perlu dipahami upaya memperbaiki nasib merupakan titah yang harus dijujung tinggi Hal ini sesuai dengan sinyal dalam Al-qur’an “Nasib suatu bangsa belum akan diperbaiki sebelum bangsa itu sendiri memperbaiki nasibnya”.

2. Maulana Farid Essack
Maulana Farid Essack lahir 1959 di pinggiran Cape Town, Wymberg. Sejak kecil ia telah di tinggalkan oleh ayahnya. Hidup mereka sangatlah miskin. sekali, mereka hidup terlunta-lunta, ibunya harus bekerja keras untuk mendapat rezki, dan paling menyedihkan bagi Essack ibunya menjadi korban pemerkosaan. Sehingga untuk mengingat kembali teragedi itu ia menulis dengan karyanya, Qur’an Liberation and Pluralism,[13] yang mengulas kembali tentang kisah sedih kehidupan yang dilalui sejak kecil.
Adapun pendapat Farid Essack, berteologi bukan berarti mengurusi urusan Tuhan semata, neraka, surga dan lain-lain. Tuhan adalah zat yang tidak perlu diurus, banyak mengurusi Tuhan itu adalah pekerjaaan sia-sia (mubazir). Teologi harus dipraksiskan, bukan digenggam erat-erat untuk tujuan kesalehan pribadi. Akan tetapi dengan mendekati dan mengasihi makhluknya, kita juga telah mengabdikan diri kepada Tuhan.[14]
Semangat Farid Essack di Afrika Utara mengembangkan teologi pembebasan dan pluralisme. Perjuangannya sesuai penafsiran atas ayat-ayat Alquran,[15] Akhirnya Farid mampu membangkitkan semangat perlawanan orang dhu`afa dan petani miskin dari penindasan yang dilakukan para tengkulak dan tuan tanah sehingga perekonomian masyarakat miskin menjadi lebih baik.

3. Muhammad Yunus
Tokoh yang satu ini adalah Muhammad Yunus. Muhammad Yunus dengan aksi Grameent Bank-nya di Bangladesh,[16] berhasil memberdayakan kaum dhu`afa dan orang-orang miskin, terutama wanita. Muhammad Yunus dengan melalui Grameent Bank memberikan pinjaman modal dengan pembayaran yang ringan dan terjun membimbing masyarakat miskin Bangladesh dalam kegiatan pemberdayaan ekonomi mikro hingga mereka terlepas dari jeratan rentenir dan tengkulak seperti lintah darat.
Muhmamad Yunus ada kesaman dengan tokoh Asghar Ali yang terispirasi Surat Al-Maun dan Al-Balad yang memerintahkan membebaskan perbudakan, menyantun anak yatim dan miskin. Akhirnya Muhammad Yunus pun terjun ke masyarakat mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan masyarakat miskin agar bekerja dan berwiraswasta secara mandiri dengan menciptakan produk-produk khas daerah dan industri rumah tangga.

4. Hasan Hanafi

Hasan Hanafi dilahirkan pada tanggal 13 Februari 1935 di Kairo. Pendidikan di awali 1948. Sejak kecil ia mengetahui pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok dan aktivitas sosialnya. Adapun karya Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi pemikirannya sejak revolusi 1952. Buku ini memuat tentang bagaimana sumbangan agama bagi kesejahteraan umat manusia.[17] Adapun pokok pemikirannya antara lain:
Kritikan terhadap teologi tradisional, Umat Islam hendaknya orientasi perangkat konseptual system kepercayaan (teologi) sesuai dengan perubahan konteks politik terjadi. Umat Islam mengalami kekalahan di berbagai medan pertempuran sepanjang priode kolonialisasi karena mengikuti klasik, untuk itu perlu diubah berpola kepada kerangka koseptual baru yang berasal dari modern. Kegagalan para teologi tradisional disebabkan oleh sikap para penyusun teologi yang tidak mengaitkan dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia.
Teologi Islam klasik yang membicarakan ilmu ketuhanan tidak usah dipersoalkan akan tetapi hendaknya rekonstruksi, artinya membangun kembali sehingga terpungsi teologi itu menjadi ilmu-ilmu yang berguna bagi masa kini, menjadi solusi dari masalahah umat, bukan menjadi dogma-dogma keagamaan yang kosong, akan tetapi menjelma ilmu tentang pejuang sosial.[18]
Hal ini senada yang dikatan oleh Zuhairi Misrawi,[19] dokrin keagamaan mestinya dapat memberikan perhatian yang lebih besar pada persoalan kemanusiaan, mengotekstualisasikan teologi dengan problem kemanusian. Adapun melatar belakangi diperlukan rekontruksi teologi menurut Hanafi adalah sebagai berikut:
“Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas ditengah-tengah pertarungan global antara berbagai ideologi. Pentingnya teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, melainkan juga terletak pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi sebagai gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan ini adalah memecahkan problem penduduk tanah di Negara-negara Muslim. Kepentingan teologi yang bersipat praktis (amaliyah fi’liyah) yaitu secara nyata diwujudkan dalam realita tauhid dalam dunia Islam. Hanafi menghendaki adanya teologi dunia yaitu teologi baru yang dapat mempersatukan umat Islam di bawah satu orde”. [20]
Selain tokoh-tokoh di atas masih banyak lagi yang lain, seperti: Maulana Sayyid A’la Maududi, tokoh yang kelahiran di India 25 November 1903 ini, sangat gentol memperjuangkan nasib kaum lemah, sehingga ia mendirikan Jama’at I’Islami.[21] Menurutnya, orang-orang yang mempunyai iman dalam hatinya tidak akan mau dikuasai oleh suatu sistem yang jahat dan tidak akan menggerutu memberikan harta kekayaannya dan mereka hidup dalam perjuangan menegakan Islam. Jihad yang pertama sebenarnya adalah perjuangan moral di masyarakat Islam yang bertujuan pembaharuan baik yang berpusat pada peribadi dan social agar tidak ditundukan kepada ketidak adilan.[22]

Begitu juga Ali Shariati lahir 23 November 1933, di Mazinan, dekat Mashhad, Iran.[23] Menurutnya:

“Kebudayaan orang Muslim adalah campuran campuran iman, idealisme, dan kerohanian namun dan daya dengan semangat nya yan menonjol yaitu persamaan dan keadilan …tidak seperti agama lain yang membenarkan kemiskinan , Islam mengutuk kemiskinan …unsure-unsur didasar pada usaha gigih… Allah menghormati martabat manusia.”[24]

Shariati juga terkenal dengan sebuatan kaum mustadh’afin. Ia menyebutkan “Allah orang-orang tertindas, orang berjuang untuk kebebasan mereka, orang-orang yang mati syahid demi kebenaran dan keadilan”. Di samping itu ia terkenal juga “rausan fikr” atau orang-orang terserahkan. Seorang yang memperoleh pencerahan adalah orang yang menyadari pertentangan social yang ada dan sebab-sebabnya yang sesungguhnya dan mengetahui kebutuhan zamannya, memberikan pemecahan dan mengambil bagian menggerakan dan mendidik masyarakat yang statis dan bodoh. Orang mendapat pencerahan ia harus meneruskan jalan Nabi untuk membimbing, memecahkan masalah masyarakat.[25]
1). Pembebasan dari ketidaksetaraan manusia
Pada zaman Nabi Muhamad dulu, masyarakat Arab dikenal fanatik terhadap suku mereka. Sikap fanatisme atau ashabiyah ini terekspresikan dengan memandang rendah orang di luar kelompoknya. Selain itu, sebagaimana di belahan bumi lainnya, perbudakan adalah sesuatu yang lazim. Tindakan nabi memilih sahabat Bilal sebagai muazzin pada waktu itu sungguh merupakan tindakan yang menurut Asghar cukup revolusioner sebab sebelumnya, bilal yang berasal dari etnis berkulit hitam tersebut adalah bekas budak. Dengan cara ini nabi menunjukkan bahwa harkat martabat manusia melampaui batas-batas etnis, suku, warna kulit, merdeka atau hamba sahaya.[26]
Selain itu, Al-Qur’an menegaskan bahwa sesungguhnya semua umat manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Tidak ada yang lebih mulia satu dari lainnya berdasarkan etnis, suku ataupun warna kulitKemulian itu hanya bisa dicapai lewat kualitas ketakwaan. Al-Qur’an menyatakan:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-hujurat: 13).
Ayat di atas diperuntukkan tidak hanya bagi orang Arab, tetapi bagi seluruh umat manusia.  Dewasa ini, persoalan kesetaraan umat manusia masih menjadi persoalan dunia. Rasisme masih menghinggap di banyak pikiran orang, sehingga PBB perlu untuk meneguhkan ide-ide persamaan ini.
2). Pembebasan dari Ketidakadilan Jender
Pada zaman Nabi, untuk pertama kalinya perempuan Arab mendapatkan banyak hak yang sebelumnya tak terbayangkan. Perempuan pada masa itu dalam posisi sub-ordinat yang sangat lemah. Nabi menetapkan, Perempuan bisa mewarisi, bisa mempunyai hak milik sendiri, bisa menta cerai dan bisa menentukan dirinya sendiri. Pada sisi lain, poligini yang sebelumnya tanpa batas, kemudian dibatasi maksimal empat istri. Itupun dengan persyaratan yang ketat. Sedangkan poliandri dengan tegas dilarang.[27]
Selain itu, Nabi Muhamad merubah perlakuan masyarakat terhadap anak perempuan. Jika sebelumnya masyarakat Arab mempunyai tradisi mengubur anak perempuannya hidup-hidup karena rasa malu, maka Nabi kemudian melarang tradisi itu sekaligus merubah stigma negatif terhadap anak perempuan.
Selain itu, Islam juga memberikan hak yang sama bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak untuk memimpin, hak untuk bekerja dan hak untuk terlibat aktif pada urusan publik. Untuk itu, pada sisi lain, Asghar mengkritik Negara-negara yang mengatasnamakan Islam melakukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan.
3). Pembebasan dari ketidakadilan ekonomi
Ketidakadilan ekonomi adalah persoalan yang paling banyak disinggung oleh Asghar Ali. Dalam Al-Qur’an, kata kunci keadilan adalah ‘adl dan qist. Ádl dalam bahasa Arab mengandanung arti sawiyyah atau persamaan/kesetaraan. Kata itu juga mengandung arti pemerataan dan kesamaan. Sedangkan qist mengandung arti distribusi, jarak yang merata, kejujuran dan kewajaran.[28]
Dengan konsep ini, maka yang diinginkan oleh Al-qur’an adalah pemerataan kekayaan. Oleh karena itu Islam melarang konsentrasi harta pada pihak-pihak tertentu. Dan menentang bermewah-mewahan dengan harta, sementara pada saat yang sama banyak orang lain yang membutuhkan. Konsentrasi ini dalam konteks saat ini bisa pada diri perseorangan atau kelompok dalam satu wilayah atau Negara, bahkan bisa lintas Negara. Polaritas antara Negara Utara dan Negara Selatan di mana kebanyakan negara berpenduduk Islam berada di situ, adalah juga bentuk konsentrasi kekayaan. Negara Utara, teerutama G-8, mewakili negara dengan kekayaan berlimpah sedangkan Negara Selatan mewakili Negara dunia ketiga yang miskin.[29]
Asghar lalu menunjuk pada struktur ekonomi yang timpang antara Negara Utara dan Negara Selatan, aturan-aturan perdagangan seperti WTO, atau aturan bantuan oleh World Bank dan IMF yang menciptakan ketergatungan negara miskin dan menguntungkan Negara kaya. Selain itu Asghar juga menunjuk dominasi Multinational Corporation (MNC) dan Transnational Corporation (TNC) yang banyak mengeksploitasi buruh dan sumberdaya alam di negara dunia ketiga.[30] Kondisi eksploitatif ini sampai sekarang belun ada tanda-tanda akan mereda, bahkan seiring dengan menguatnya madzhab ekonomi neo-liberal, Negara-negara kuat semakin kuat untuk mengekspresikan naluri-naluri eksploitatifnya dengan menekan Negara-negara lemah agar membuat kebijakan yang menguntungkan mereka.
Hanya saja, tawaran Asghar mengenai masalah ketidakadilan ekonomi ini sangat problematis. Pada masalah bunga bank, ia tidak setuju dengan upaya pendirian perbankan tanpa bunga, karena cara seperti itu hanya artificial semata dan tidak menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya, yaitu system ekonomi kapitalistik yang eksploitatif.
Akan tetapi ia belum memberi solusi yang jelas atas problem perbankan ini. Pada sisi lain, kritiknya atas sistem ekonomi kapitalis tidak disertai dengan tawaran yang kongkrit tentang sistem ekonomi alternatif. Gagasannya yang cenderung sosialistik tidak serta merta diikuti dengan tawaran sistem ekonomi sosialis atau system ekonomi lainnya yang menjadi alternative dari kapitalisme. Untuk konteks sekarang ada banyak contoh dari Amerika Latin yang secara kebetulan merupakan basis Teologi Pembebasan. Di sana kapitalisme mendapat goyangan yang cukup hebat karena semakin banyaknya tokoh-tokoh “kiri” yang menjadi presiden. Mereka kemudian membawa negaranya beralih ke sistem yang popular dengan sebutan ‘neo-sosialisme’ yang merupakan revisi dari sosialisme yang dinilai kurang mampu membawa kemakmuran.[31]

2.5  Teologi Lingkungan

Teologi lingkungan adalah tuntutan kesadaran beragama yang memiliki keterlibatan dan keberpihakan penuh kepada lingkungan yang bertujuan dan berperan untuk mendekonstruksi, menguji kembali sikap hidup dan tingkah laku kita terhadap alam.[32] Baik itu meliputi alam (Thabi’ah) diciptakan Allah seperti bintang, matahari, bumi dan sebagainya, serta begitu juga alam industri (shina’iyah) yang diciptakan manusia seperti rumah, pohon yang ditanam dan lain-lain.[33]
Dari penjelasan di atas bahwa teologi lingkungan merupakan tuntutan dengan penuh kesadaran kepada lingkungan baik meliputi alam ciptaan Allah swt dan alam yang dibuat oleh manusia untuk dijaga dan jangan dirusak, atau dengan kata lain bagaimana kita berkhlak kepada alam sesuai dengan tuntutan agama. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Harun Nasution, sebagaimana dikutip Tsuroya Kiswati, bahwa alam merupakan ciptaan Allah SWT yang tidak bisa diabaikan.[34] Visi dan misi seorang berteologi harus sampai pada aspek keselamatan yang bersifat universal, karena seluruh alam luas ini akan menjadi rahmat bagi manusia tidak ada yang sia-sia.[35]
1.      Peran Manusia Terhadap Lingkungan
Manusia memiliki peranan yang amat penting dalam pemeliharaan lingkungan. Sebagaimana dikutip Yusuf al-Qaradhawi dalam Araghib al-Asfahani bahwa, ada tiga tujuan manusia berperan terhadap lingkungan :
Pertama: Untuk mengabdi pada Allah swt, (Adz-Dzariyat: 56):
ماخلقت الجنّ والانس الاّليعبدون {الذّاريات:56}

Dan Aku tidak menciptakn jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Ibadah ini meliputi seala sesuatu yang disenangi Allah swt dan diridhai-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Maka dalam konteks ini sebenarnya bentuk ibadah mencakup semua aspek kehidupan.
Kedua: Sebagai wakil (Khalifah) Allah SWT di atas bumi. Allah berfirman (Al-baqarah: 30):
واذقال ربك انّى جاعل فى الاض خليفة قالوااتجعل فيها من يفسد فيهاويسفك الدّماء ونحن نسبّح بحمدك ونقدّسلك قال انّى اعلم ماالاتعلمون {البقرة:30}

Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah padahal kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".( Al-baqarah: 30)
 supaya praktik kekhalipahan ini terwujud, mereka dituntut untuk menegakan kebenaran dan keadilan, serta menyiarkan kebaikan dan kemaslahatan. Ketiga: Membangun peradaban dimuka bumi.
 Dalam salah satu firmanNya (Hud: 61):
والى ثموداخاهم صالحا قال ياقوم اعبدواالله مالكم من اله غيره هوانشاكم من الارض واستعمركم فيهافاستغفروه ثمّ توبوااليه انّربّى قريب مجيب {هود:61}
 “ Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadi pemakmurnya”. Arti menjadi pemakmur di sini mengandung pesan pada manusia untuk membangunnya.” (QS.Hud: 61)
Memperhatikan pendapat dan diperkuat oleh firman Allah swt di atas, maka manusia mempunyai beban dan bertanggung jawab untuk membangun agar bumi bisa sempurna lewat cara menanam, membangun, memperbaiki dan menghidup, serta menghindarkan diri dari perbuatan-perbuatan yang merusak.[36]
Manusia melakukan tindakan kesalahan pengelolaan dalam interaksinya dengan berbagai komponen alam dan sumberdaya dalam suatu ekosistem, maka akan terjadi pencemaran, krisis lingkungan, degradasi mutu lingkungan dan bahkan bencana alam.[37] Menurut Gail Omvedt sebagaimana dikutip Amaladoss menyebutkan, merusak lingkungan merupakan kemerosotan dan berdampak buruk pada kualitas diri sendiri.[38] Dan orang yang mengeksploitasi alam secara rakus dan merusak berarti ia berusaha merampas eksistensi dan kehidupan alam semesta serta berusaha menggugat dan merampas hak dan kekuasaan Tuhan.[39] Oleh karenanya sebagai orang beriman maka ia mesti mereflleksikan atau mempraktikkan teologi lingkungan dalam proses menuju keselamatan seluruh ciptaan Tuhan.
Menurut Yusuf Qardhawi ada beberapa factor-faktor merusak lingkungan :
1. Mengubah ciptaan Allah.

Mengubah sunnah Allah merupakan salah satu pengrusak lingkungan yang sangat berbahaya , yang akan melampai batas-batas asli penciptaanNya, yang disediakan bagi kemaslahatan manusia. Mengubah di sini maksudnya yaitu mengubah fitrah manusia yang telah diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya, dan setan akan berupaya menggoda manusia merusak (an-Nahl: 119):
ثمّ انّ ربّك للّذين عملو السّوء بجهالة ثمّ تابوامن بعدذالك واصلحوا انّ ربّك من بعدها لغفور رحيم {النحل:119}
Kemudian sesungguhnya Rabbmu terhadap orang-orang yang mengerjakan keburukan karena kebodohannya kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki dirinya sesungguhnya Rabbmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.an-Nahl: 119)
2. Kezaliman

Kezaliman merupakan perusakan di laut dan darat dan ini merupakan pengrusakan yang paling berbahaya, baik kepada manusia, hewan, tumbuhan dan benda-benda padat, tanah, air, udara dan lain-lain. Sesungguhnya kezaliman dan kejahatan adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah.
            Dan Allah akan membalas perbuatan zalim (an- Naml: 52), (al-Kahfi: 59)[40], (Yunus: 23) dan (Hud: 117). Orang baik berbuat kebajikan tidak akan dihancurkan oleh Allah meskipun tidak beragama Islam. Karena perbuatan baik untuk merka sendiri dan Allah menunda hukuman sampai kiamat. Hal ini senada dengan ungkapan Ibnu Taimiyah, “ Sesungguhnya Allah akan membiarakan Negara kafir apabila berlaku adil dan akan memusnahkan Negara Islam yang banyak terjadi kezaliman di dalamnya” dengan kata lain, orang zalim tidak akan bermanfaat Islamnya jika ia berlaku zalim terhadap makhluk Allah lainnya.[41]
3. Berjalan sombong di muka bumi, (lihat,al-qoshos: 41)

وجعلناهم ائمّة يدعون الى النّار ويوم القيمة لا ينصرون{القصص:41}
Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan ditolong”. (QS.al-qoshos: 41)
4. Menuruti hawa nafsu

Bila manusia ditundukkan oleh hawa nafsu dan mementingkan kepuasan syahwat serta hasrat dunia, mendahulukan hawa nafsu daripada akalnya maka kerusakanpun terjadi, bahkan akan dibinasakan oleh Allah (al-Mukminun: 71)
ولوالتّبع الحقّ اهواء هم لفسدت السّموات والارض ومن فيهنّ بل اتينهم بذكرهم فهم عن ذكر ربّهم معرضون{المؤمنون:71}
Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di dalamnya.Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS.al-Mukminun: 71)
5. Penyimpangan dari keseimbangan kosmos

Allah telah menciptakan sesuatu sesuai dengan ukurannya lalu diletaknya sesuatu dengan segala perhitungan (Ar-Ra’du: 8), (al-hijr:19), (ar-Rahman: 5-9), ayat ini mengisyarat pada keseimbangan kosmos. Kerusakan yang terjadi di muka bumi disebabkan oleh tangan manusia.(Ar-rum: 41), bila ini terjadi kemerosotan lingkungan berdampak buruk pada proses kita sendiri.
6. Kufur terhadap nikmat Allah

Manusia yang lupa mensyukuri dan memelihara dan menyalah gunakan melanngar aturan Allah oran itu dikatakan kufur nikmat yang akhirnya menyebabkan hilangnya nikmat tersebut. Pelakunya akan mendapat hukuman dari Allah, banyak ayat tentang membicarakan tentang kufur nikmat akan mendapat kesensaraan dan juga membuat kerusakan diantaranya: (Ibrahim: 7, Al-Ahzab: 182, Ali-Imran: dan an-Naml: 112 dan Ibrahim: 28).
2. Pandangan ahli tentang kewajiban memelihara lingkungan

Pandangan kalangan Ilmu Ushuluddin menyatakan semua ciptaan baik makhluk hidup atau mati, semua itu makhluk bersujud kepada Allah SWT, termasuk kedalam golongan manusia, diciptakan, (An-Nahl: 3-8).[42] Ia ikut bersama manusia dalam kafasitasnya memuji pada Allah, menaati perintahNya dan patuh terhadap semua hukum yang berlaku bagi semua makhluk (Al-Hasyr: 1, at-Taghabun:1 dan al-Isra’: 44) Akan tetapi karena manusia berikrar menyanggupi memikul amanat (al-Ahzab:72), berarti manusia itu menerima amanat kekhilafahan Allah Swt di muka bumi, (al-Baqarah: 30, al-An’am: 165).

Khalifah berarti wakil/pengganti.[43] Dalam konteks ini manusia adalah wakil Allah Swt yang memiliki kewajiban moral menjabarkan segala kehendak Allah Swt di muka bumi ini agar bumi tetap dalam kondisi nature-nya (QS. Hud: 61)sebagai pengayom/memelihara alam ini.
والى ثموداخاهم صالحا قال ياقوم اعبدواالله مالكم من اله غيره هوانشاكم من الارض واستعمركم فيهافاستغفروه ثمّ توبوااليه انّربّى قريب مجيب {هود:61}
Dan kepada Tsamud saudara mereka Saleh. Saleh berkata, "Hai kaumku! Sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagi kalian Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian pemakmurnya karena itu mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat dekat lagi memperkenankan”.(QS. Hud: 61)
Sedangkan kalangan Ilmu Fiqih menyatakan, sesuai dengan ilmu fiqh yang mengatur hubungan manusia dengan TuhanNya, sesamanya dan lingkungan. Menyebutkan Perhatian terhadap lingkungan, mengatur dan memeliharanya adalah wajib. Di antara kaedah-kaedah yang keras tentang menjaga lingkungan berbunyi, “ Keadaan darurat tidak boleh dijadikan alasan untuk menganggu hak-hak yang lain” (al-idhtiror la yabthil haqqa al-ghair) [44], ini merupakan prinsip yang dipakai untuk menetapkan hukum yang berkaitan dengan pemeliharaan dan kelestariaan lingkungan.Tokohnya yang berkutat adalah, As-Syuyuthi yang bermazhab Syafi’i dan Ibnu Najim bermazhab Hanafi. [45]
Dari kaedah diatas, kita bisa menetapkan hukum zaman sekarang, terutama terhadap mereka yang sering menganggu ketertiban lingkungan, dan melampau batas, seperti dilakukan oleh Industri-industri, Perusahaan yang tidak peduli dampak yang menimpa masyarakat, mereka ini jelas salah dan menciptakan malapetaka bagi orang umum. Mereka di ibaratkan ”seperti kaum yang mendayung perahu yang kemudian saling menabrak mereka yang di atas dan dibawah. Mereka di bawah apabila minum dari air akan berjalan di atasnya. Lalu mereka berkata kami buat lubang di bawah pasti tidak akan menyusahkan yang di atas, sekiranya yang di atas membiarkan mereka di bawah, maka semuanya mati tetapi jika mereka mencegahnya maka semuanya selamat” (HR. Buchori).[46]
Kemudian dari kalangan Ushul fiqih, orang yang pertama kali meletakan pondasi terhadap bangunan yang membahas kepentingan masyarakat, Abu Hamid Al-Ghazali dengan bukunya “al-Mustashfanim ilm ushul”, setelah itu Izuddin dengan bukunya “Qawaid al-Ahkafi fi Mashalihil al-Anam” yang memuat tentang kaidah hukum bagi kemaslahatan manusia. Semua syariat mengandung unsur maslahat, baik yang mempunyai orientasi menjaga dari unsure-unsur bahaya serta melaksanakan makruf dan menghidari kejahatan.

Upaya perbaikan lingkungan dan pemeliharaan dapat dilakukan denga dua pijakan: 1. Metode solutif dan positif atau metode eksestensi menrurut istilah Asy-Syatibi 2. Metode pragmatis atau negative. Dua kerangka inilah dalam bukunya “Pemeliharaan” yang tersirat kata “ perlindungan” dalam aplikasinya mencakup perlindungan terhadap keberadaannya dan sisi penjagaan dari kepunahannya. Pemeliharaan lingkungan berarti:1. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga agama. 2. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga jiwa. 3. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan. 5. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga akal. 6. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga harta.[47]

Dari paparan teologi lingkungan di atas, kalau kita tarik benang merahnya berarti jelaslah bahwa manusia dituntut menjaga dan memelihara lingkungan baik itu meliputi alam (Thabi’ah) diciptakan Allah seperti manusia, bintang, laut, matahari, bulan, bumi, tambang, mineral dan sebagainya, serta begitu juga alam industri (shina’iyah) yang diciptakan manusia seperti bangunan-bangunan, hasil karya, pohon yang ditanam dan lain-lain. Dan perlu dipahami kewajiban menjaga, memelihara dan menggunakan atau mengelola serta mengayomi lingkungan dengan baik bukan tuntutan dari norma adat dan negara akan tetapi merupakan perintah dari Allah SWT (Lihat wahyu).





BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Teologi kontemporer menurut KBBI berarti pendapat, paham,haluan. Sedangkan kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu. Dari pengertian tersebut teologi Kontemporer adalah aliran yang berupaya menjawab permasalahan yang muncul pada masa kini.
Teologi ini muncul sebagai respon persoalan kemanusiaan yang timbul di berbagai belahan dunia. Karena teologi klasik tidak lagi sesuai dengan permasalahan yang muncul pada masa kini, selain itu tidak dapat di jadikan ‘pandangan yang benar-benar hidup’ yang memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkrit manusia.
Teologi Kontemporer disebut juga teologi pembebasan, teologi Lingkungan, Islam kiri atau teologi kiri. Meski demikian semuanya mengarah pada kesejahteraan hidup dan lingkungan. Adapun tokoh-tokoh yang gigih mejalankan nya diantaranya yaitu, Asghar Ali Engineer, Maulana Farid Essack, Muhammad Yunus, Hasan Hanafi, dll.
Jadi, teologi kontemporer itu merupakan hasil pemikiran yang muncul karena adanya persoalan kemanusiaan dan berusahan menaganinya.

3.2  Saran
Kami sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami berharap kekurangan dalam makalah ini untuk dibenahi  dan untuk mendatang semoga memberi manfaat bagi pembaca dan pembuat. Wassalam


DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Amin. 1995. Filsafah Kalam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ali Engineer, Asghar.  1999. Islam dan Teologi Pembebasan. Yogyakarta:  Pustaka pelajar.
Al-Qaradhawi, Yusuf. 2001. Islam: Agama Ramah Lingkungan, terj. Abdullah at. Al. Jakarta:Pustaka.
Amaladoss, Michael. 2001. Teologi Pembebasan Asia, terj. A. Widyamartaya at. Al. Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Ariffin, Bey. 2005. Samudra Al-fatiha, Surabaya: Bina Ilmu.
Hanafi, Hasan. Dirasat Islamiyyah. Maktabah al-Anjilo al-Mishriyyah, Kairo.
______. 2007. Kiri Islam, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme, Telaah Kritis atas Pemikiran Hassan Hanaf. terj. Imam Aziz dan Jadul Maula. cet. VII. Yogjakarta: LKIS.
Hanif. 1991. Min al-Aqidah ila al-Tsaurah,I. Kairo: maktabah matbuli.
Kiswati, Tsuroya. tanpa tahun. Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam. Jakarta: Erlangga.
Kusnadiningrat, E. 1999. Teologi dan Pembebasan: Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi, Jakarta: Logos.
Lubis, Ahmad Dayan. 2006. Teologi pembebasan. dalam Isu-Isu Islam, dalam Katimin, et. al. (ed.). Isu-Isu Islam Kontemporer. Bandung: Citapustaka Media.
Lubis, Ibrahim. Makalah teologi kontemporer. (http://makalahmajannaii.blogspot.com), diakses tanggal 27 Mei 2012.
(http://akarpondation-wardress.com/2003/03/15.menggagas-kembali teologi-     lingkungan),diakses tanggal 28 Meil 2012.
Maarif, Ahmad Syafii. 1995. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sahidin,Ahmad. Teologi. http:// gerbong Cendikian com/, UIN Bandung,diakses 28 Mei 2012.
Suseno, Frans Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx dari sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionism. Jakarta: gramedi. 
Rozak, Abdul. 2006. et. al. Ilmu Kalam: Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Bandung: Pustaka Setia.
 (http://arismarfai,staff,ugm,ac.id/ lingkungan), diakses tanggal 28 Mei 2012.
(http ://cakfata-denbagus, bologspot.com/2008/10/teologi-lingkungan islam),diakses tanggal 27 Mei 2012.



[1] Amin Abdullah, Filsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm.89
[2] Ibid.
[3] Ibid, hlm. 49
[4] Hanif, Min al-Aqidah ila al-Tsaurah,I, maktabah matbuli, Kairo, 1991, hlm. 59
[5] Hasan hanafi, Dirasat Islamiyyah, Maktabah al-Anjilo al-Mishriyyah, Kairo, hlm. 205
[6] Ahmad Stafii Maarif, Membumikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm.4
[7] Asghar Ali Engineer,  Islam dan Teologi Pembebasan, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 2
[8] Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx dari sosialisme Utopis ke Perselisihan Revisionisme, gramedi, Jakarta, 1999, hlm. 73
[9] Hassan hanafi, Kiri Islam, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme, Telaah Kritis atas Pemikiran Hassan Hanafi, terj. Imam Aziz dan Jadul Maula,  LKIS,Yogjakarta, cet. VII,  2007, hlm.116
[10] http://en.wikipedia.org/wiki/Asghar_Ali_Engineer
[11] Ahmad Dayan Lubis, Teologi pembebasan, dalam Isu-Isu Islam, dalam Katimin, et. al. (ed.), Isu-Isu Islam Kontemporer, Citapustaka Media,  Bandung, 2006,  hlm. 123

[12] Asghar, Islam dan Teologi pemebebasan, hlm. 83.
[13] Ahmad Dayan Lubis, Op.cit, hlm.124
[14]Ahmad Dayan Lubis, Op.cit,hlm.125
[15] Ahmad Sahidin, Teologi, http:// gerbong Cendikian com/, UIN Bandung, download,diakses 28 Mei 2012
[16] Ibid
[17] Abdul Rozak, et. al, Ilmu Kalam: Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 234.
[18] E. Kusnadiningrat, Teologi dan Pembebasan: Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi, Logos,Jakarta, 1999, hlm.         64
[19] Ahmad Dayan Lubis, Op.cit, hlm.128
[20] Abdul Rozak, Op.cit, hlm.237
[21] Michael Amaladoss, Teologi Pembebasan Asia, terj. A. Widyamartaya at. Al, Yokyakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hlm.218
[22] Ibid, hlm.222-223
[23] Ibid, hlm. 228
[24]Ibid, hlm.233
[25] Ahmad Dayan, Op.cit, hlm.122
[26] Asghar Ali Engineer, Islam dan Teologi Pembebasan, hlm. 47
[27] Ibid
[28] Ibid, hlm.59-60
[29]Ibid, hlm.128
[30] Ibid, hlm.143
[31] Ibrahim Lubis, Makalah teologi kontemporer , http://makalahmajannaii.blogspot.com, diakses tanggal 27 Mei 2012
[32] http://akarpondation-wardress.com/2003/03/15.menggagas-kembali teologi-lingkungan, donwload,diakses tanggal 28 Meil 2012
[33] Yusuf Al-Qaradhawi, Islam: Agama Ramah Lingkungan, terj. Abdullah at. al, Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 5
[34]Tsuroya Kiswati, Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam, Erlangga, Jakarta, tanpa tahun, hlm. 41
[35] Bey Ariffin,Samudra Al-fatiha, Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hlm. 152.
[37] http://arismarfai,staff,ugm,ac.id/lingkungan, diakses tanggal 28 Mei 2012
[38]Michael Amaladoss, Op.cit, hlm.86
[39] http://akarpondation-wardress.com
[40] وتلك القرى اهلكنا لهم ظلمواوجعلنالمهلكهم موعدا{الكهف:59}
[41] Yusuf al-Qaradhawi, Islam: Agama Ramah, hlm.350
[42] Ibid, hlm.20-21
[43]http ://cakfata-denbagus,bologspot.com/2008/10/teologi-lingkungan islam,diakses tanggal 27 Mei 2012
[44] Yusuf al-Qaradhawi, Op.cit, hlm.56-57
[45] Ibid
[46] Ibid, hlm.58
[47] Ibid, hlm.71