BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Aliran
teologi Kontemporer merupakan aliran yang bergerak dalam bidang ekonomi, social
dan politik serta
benar-benar fokus dan maju dibidang kajiannya untuk memperjuangkan nasib
manusia yang terengut, bukan aliran telogi negatif yang ditakuti menentang
dunia.
Secara praktis teologi klasik walaupun
berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan
ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan perbuatan-perbuatan
manusia, ternyata pandangan ini tidak bisa memberi motivasi tindakan dalam
menghadapi kenyataan kehidupan konkrit manusia.
Sebab, format atau penyusunan teologi tidak
didasarkan atas kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan manusia. Karena itu,
perlu ada rekonstruksi terhadap teologi Islam sehingga semangat teologi
pembebasan dan teologi lingkungan yang merupakan perintah ajaran Islam dapat
terwujud. Semangat teologi pembebasan belakangan muncul dari gereja, kalaupun
kita terinspirasi darinya itu tidak bertentangan dengan Islam. Bukankah secara
histori Nabi Muhammad SAW adalah orang yang pertama memberikan contoh, beliau
sangat peduli dengan orang tertindas, dan peduli dengan lingkungan.
Sungguh kepada umat Islam agar berbuat sesuatu
untuk membebaskan saudara kita dari jeratan yang dilakukan rentenir menghisap
darah masyarakat miskin berpenghasilan rendah dengan pinjaman-pinjaman yang
berbunga. Terjunlah ke masyarakat untuk mengarahkan, membimbing, dan
menggerakkan masyarakat miskin untuk berwirausaha dan bekerja secara mandiri
serta memperhatikan, memelihara dan menjaganya bukan merusakannya, terkutuklah
mereka yang berbuat kerusakan di bumi.(Ar-rum: 41):
ظهر الفسادفى البروالبحربماكسبت ايدالناس ليذيقهم بعض الذى
عملوالعلهم يرجعون {الروم:41}
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan
kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali”.(Q.S.Ar-Rum:41)
Munculnya gerakan/paham/ aliran dengan
keyakinan yang mantap untuk berbuat dan menerjunkan diri pada tatanan social
merupakan deklarasi keimanan yang diterjemahkan atau dioperasionalkan ke dalam
masyarakat. Sekiranya mau membentangkan catatan sejarah sejak Nabi Muhammad SAW
dan dilanjuti oleh ulama-ulama yang setia tetap eksis melakukan gerakan dan
inovasi untuk mengayomi, melindungi dan mengawasi masyarakat dan lingkungan.
Apa dan bagaimana gerakan serta inovasi aliran
teologi kontemporer khususnya teologi pembebasan dan teologi lingkungan, maka
melalui ini penulis akan mencoba mempaparkannya.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian teologi Kontemporer ?
2.
Latar belakang apa yang mendasari timbulnya
teologi kontemporer ?
3.
Siapakah tokoh-tokoh yang berperan dalam
teologi kontemporer ?
1.3
Tujuan
1.
Untuk menjelaskan pengertian teologi Kontemporer
2.
Untuk menjelaskan latar belakang timbulnya
teologi Kontemporer
3.
Untuk mengetahui tokoh-tokoh yang berperan
dalam teologi Kontemporer
4.
Untuk mengetahui bagaimanakah teologi
kontemporer itu
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Teologi Kontemporer
Menurut
kamus besar bahasa Indonesia aliran berarti haluan, pendapat, paham. Sedangkan
kontemporer adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu; pada masa kini;
dewasa ini. Teologi kontemporer ini merupakan upaya menjawab konteks social
yang ada dan bentuknya praktis, bisa pada teologi pembebasan, lingkungan,
humanistic dan lain-lainnya. Intinya teologi kontemporer tidak bersifat
teoritis, hanya menyajikan langkah praktis perwujudan dari nash dalam
menghadapi persoalan yang ada atau dihadapinya.
Berdasarkan teori diatas dapat dipahama bahwa
teologi kontemporer berorientasi pada pada transformasi sosial masyarakat,
melakukan langkah praktis karena perintah nash. Sedangkan aliran teologi klasik
sebagaimana kita bahas yang lalu, hanya berkutat pada persoalan hakikat yang
berdasarkan atas penafsiran terhadap wahyu Allah dan Sunnah berhubungan dengan
ketuhanan, keimanan, takdir, dosa, kafir, imamah, khalifah dan
perbuatan-perbuatan manusia.
2.2 Latar belakang munculnya teologi
kontemporer
Selama ini pola pikir dan logika yang digunakan
dalam ilmu teologi (aqidah, dokrin, dogma) adal pola piker deduktif, pola pikir
yang tergantung pada sumber utama (teks) sejauh yang diketahui bahwa pola piker
deduktif hanyalah salah satu saja dari pola pikir ada. Masih ada yang disebut
dengan induktif dan abduktif. Pola pikir induktif mengatakan bahwa ilmu
pengetahuan bersumber dari reakitas empiris-historis. Realitas empiris-historis
yang berubah-ubah, yang bias ditangkap oleh indra dan dirasakan oleh pengalaman
dan selanjutnya diabtrasikan menjadi konsep-konsep, rumus-rumus, ide-ide,
gagasan-gagasan, dalil-dalil yang disusun sendiri oleh akal pikiran.[1]
Dalam pola pikir induktif tidak ada sesuatu
apapun yang disebut ilusif. Semua yang dikenal manusia dalam dunia konkret ini
dapat dijadikan bahan dasar ilmu pengetahuan, tidak terkecuali ilmu teologi.
Persolan-persoalan yang dihadapi pada masa sekarang ini lebih diwarnai isu-isu
yang menuntut masalah kemanusiaan secara universal. Isu seperti demokrasi,
pluralisasi agama dan budaya, hak asai manusia, lingkungan hidup, kemiskinan
structural, menjadi tantangan sekaligus menjadi agenda persoalan yang dihadapi
oleh generasi kini. Isu-isu tersebut jelas berbada dengan isu-isu abad tengah
dan zaman klasik yang biasa diangkat dalam kajian teologi dan falsafah islam
klasik. [2]
Ketika dihadapkan pada isu-isu tersebut,
pengembangan dan pembaharuan ilmu teologi memang merupakan keniscayaan. Tahap
awal dalam upaya pengembalikan “keseimbangan” antara bobot ilmu teologi klasik
yang bermuatan moralitan normative dan tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan
kontemporer yang bersifat empiris mutlak diperlukan kritik epistemologis yang
mendasar.[3]
Selain itu, secara praktis, teologi tidak bias
menjadi ‘pandangan yang benar-benar hidup’ yang memberi motivasi tindakan dalam
kehidupan konkrit manusia. Sebab, penyusunan teologi tidak didasarkan atas
kesadaran murni dan nila-nilai perbuatan manusia, sehingga muncul keterpecahan
(split) antara keimanan teoritik dan keimanan praktis dalam umat, yang
gilirannya melahirkan sikap-sikap moral ganda atau ‘singkritisme kepribadian’.[4]
Dalam upaya merekonstruksi untuk menuju sebuah
format teologi yang bias berdialog dengan realitas dan perkembangan pemikiran
yang berjalan saat ini, maka objek kajian ilmu teologi klasik yang bersifat transedent-spekulatif,
seperti pembahasan tentang sifat-sifat Tuhan, yang relevansinya kurang jelas
dengan kehidupan masa kini harus diganti dengan kajian yang lebih actual,
seperti hubungan Tuhan dengan manusia dan sejarah, korelasi antara keyakinan
agama dan pemeliharaan keadilan dan masih banyak lagi aspek lain. Yakni perlu
diupayakan pergeseran wilayah pemikiran yang dahulu hanya memusatkan perhatian
kepada persoalan-persoalan ketuhanan (teologi) ke arah paradigma pemikiran yang
lebih menelaah dan mengkaji secara serius persoalan kemanusiaan (antropologi).[5]
Untuk merespon persoalan kemanusiaan yang
timbul di berbagai belahan dunia dan di tanah air (Indonesia)dalam satu
dasawarsa terakhir, teologi islam abdad klasik dan abad pertengahan yang lebih
sibuk mengurusi tuhan, amat teoritis, teosentris, elitis, dan konseptual
statis, jelas tidak memadai. Disamping itu juga teologi tersebut tidak mewakili
pandangan islam secara utuh, bila bukan telah mengaburkannya. Akan tetapi
teologi semacam ini masih sja mempengaruhi cara berfikir umat islam sampai
sekarang karena formulasi pandangan dunia alquran yang lebih adil dan utuh,
dalam proses permulaan dikerjakaan oleh sarjana-sarjana muslim.[6]
Aliran teologi ini dapat dipandanng
sebagai islam kiri, teologi kiri,
teologi kaum tertindas, teologi trasformatif atau tauhid social, islam liberal,
islam progresif khazanah, dsb. Kadang-kadang aliran ini bisa saja dinilai
positif dan negatif. Positif jika dapat bergerak dalam bidang ekonomi, sosial
dan politik serta benar-benar fokus dan maju dibidang kajiannya dan bisa
negatif bila dilihat sebagai sebuah gerakan mandiri yang tampak menantang
dunia.
2.3Teologi Pembebasan
Teologi pembebasan adalah semangat membela kaum
lemah tertindas dan memerangi kemiskinan. Menurut Engineer, bahwa teologi
pembebasan merupakan pengakuan dan memerlukan perjuangan secara serius masalah
bipolaritas spiritual-material kehidupan manusia dengan penyusunan kembali
tatanan social menjadi tatanan dengan tidak eksploitatif tetapi adil dan
sederajat.[7]
Dari paparan dan penjelasan di atas, berarti
teologi pembebasan menggunakan agama sebagai sebuah dasar atau landasan untuk
bergerak, atau dengan kata lain teologi pembebasan adalah menjadikan agama
landasan/ideologi menggerakkan mereka (kaum du’afa) untuk memperjuangkan
hak-hak yang terenggut. Gerakan ini diberi nama teologi, karena perjuangan yang
dibawa dikaitkan dengan keyakinan agama.
Teologi
pembebasan bukan mengiyakan penderitaan, kesensaraan dan ketertindasan lalu
dianggap sebagai takdir yang mesti diterima, mengagap Tuhan telah memberi celah
kepada para ilmuan untuk mengisi kekosongan temporer atau mengagap kegagalan
manusia disebabkan intervensi dari Allah swt, akan tetapi teologi ini
berpandangan keterbatasan, kegagalan manusia terletak pada kreativitas dan
kematangannya, untuk itu manusia hendaknya berjuang.
“Agama adalah Candu Masyarakat”, demikian sepenggal kalimat yang
dianggap saripati pandangan Karl Marx terhadap agama. Agama, menurut Marx
adalah ciptaan manusia sebagai tempat untuk berkeluh kesah dan pelarian
sementara, mengalihkan diri dari realitas penderitaan yang di alami oleh
manusia. Agama meenyediakan ajaran-ajaran yang meninabobokan para pengikutnya
agar lebih menerima kenyataan yang ia alamai sebagai bagian dari perjalanan
hidup yang dikehendaki Tuhan.[8]
Pandangan Marx ini didasaarkan pada realitas pada zamannya, dimana
agama tidak berbuat apa-apa pada saat umatnya mengalami kemiskinan,
penderitaan, dan penindasan oleh eksploitasi para kapitalis yang mendapat
dukungan dari para birokrat. Justru dalam kondisi demikian, kaum agamawan lebih
memihak pada ke kaum kapitalis, dan memberikan legitimasi atas kondisi dan
sistem ekonomi yang ada. Agama telah terkooptasi oleh kepentingan para
kapitalis dan para birokrat.
Apakah
Islam juga mengalami hal yang sama sebagaimana agama yang disaksikan Marx?
Untuk sebagian, jawabannya adalah “ya”. Menurut Hassan Hanafi, Islam yang telah
terkooptasi menjadi hanya sekedar kumpulan ritus-ritus, perayaan-perayaan, dan
kepercayaan ukhrawi saja.[9]
2.4 Perspektif Islam, Tokoh Teologi Pembebasan
dan Pemikirannya
Sedangkan teologi pembebasan menurut pandangan
Islam perlu kita telusuri dari catatan sejarah, Sesungguhnya Rasulullah SAW
merupakan pelopor membebaskan orang-orang tertindas dan kaum dhu’afa. Nabi
Muhammad SAW sangat dekat dengan orang-orang miskin dan tertindas. Begitu juga
dengan para sahabat dan ulama-ulama yang sangat mencintai Islam mereka mempelopori
memperjuangkan keadilan dan semangat membela kaum tak berdaya.
Islam adalah agama social, menjunjung tinggi
hak-hak orang lain, dan orang yang tidak memperdulikan kaum du’afa dikatakan
pendusta Agama dalam Al-quran. Al-ma’un:1-3:
ارايت الّذي يكذّب بالذّين{1} فذالك الّذي يدعّ
اليتيم{2} ولايحضّ على طعام المسكين{3}
“1.Tahukah kamu (orang)
yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim. 3.Dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin”.(Q.S.Al-Ma’un:1-3)
Dari paparan ayat diatas, menunjukan bahwa
adanya kewajiban memberikan makan orang miskin, secara muradif berdosa bila
tidak memperjuangan nasib-nasib orang tertindas dan terania. Terinspirasi
inilah para ulama-ulama berkewajiban membela bahkan sampai-sampai melakukan perlawanan
dalam rangka memperjuangkan pembebasan.
Di bawah ini akan dibentangkan tokoh-tokoh
dengan gigih memperjuangkan kebebasan, antara lain :
1. Asghar Ali Engineer
Asghar
Ali Engineer adalah seorang Muslim India. Ia adalah seorang pemikir, penulis
dan aktivis sekaligus. Pemikirannya yang paling dikenal adalah mengenai
Islam dan Teologi Pembebasan. Asghar lahir pada 10 Maret 1939 di Salumbar,
Rajastan India. Ayahnya, Shaikh Qurban Hussain adalah seorang ulama pemimpin
kelompok Daudi Bohras.[10] Menurut Engineer
sebagaimana dikutip Dayan lubis, bahwa tiga alasan upaya pembebasan:
“Pertama: Islam, terutama teologi Islam selama
ini berkembang tidak relevan lagi dengan konteks social yang ada. Kedua :
Teologi itu pasti mengalami demistified dari apa yang sebenarnya dimaksudkan
Islam. Ketiga : Mengembalikan seperti semula komitmen Islam terhadap
terciptanya keadilan social-ekonomi dan tehadap golongan lemah.”[11]
Asghar Ali mempertegaskan perjuangan membela
dan menegakkan teologi pembebasan merupakan suatu perintah. Hal ini sesuai
firman Allah sebagai dalsm Alquran surat An-Nisa’ayat 75 dan surat Al-Qashos
ayat 5 yang artinya:
“Mengapa kamu tak hendak berperang di jalan Allah dan golongan yang lemah baik laki-laki, wanita
maupun anak-anak yang mengatakan. Tuhan kami! Keluarkanlah kami dari negeri ini yang penduduknya aniaya dan
berilah kami dari sisi-Mu seorang pelindung dan berilah kami dari sisi-Mu
seorang pembela”.(QS. An-Nisa’: 75)
“Dan Kami hendak memberi karunia kepada
orang-orang yang tertindas di bumi Mesir itu dan hendak menjadikan mereka
pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang
mewarisi”.(QS. Al-Qashos: 5)
Akhirnya
dengan dorongan yang kuat memperjuangkan nasib kaum tertindas serta menganggap
teologi pembebasan suatu nilai yang suci dan tujuan ilahiyyah.[12]
Dan perlu dipahami upaya memperbaiki nasib merupakan titah yang harus dijujung
tinggi Hal ini sesuai
dengan sinyal dalam Al-qur’an “Nasib suatu bangsa belum akan diperbaiki sebelum
bangsa itu sendiri memperbaiki nasibnya”.
2. Maulana Farid Essack
Maulana Farid Essack lahir 1959 di pinggiran
Cape Town, Wymberg. Sejak kecil ia telah di tinggalkan oleh ayahnya. Hidup
mereka sangatlah miskin. sekali, mereka hidup terlunta-lunta, ibunya harus
bekerja keras untuk mendapat rezki, dan paling menyedihkan bagi Essack ibunya
menjadi korban pemerkosaan. Sehingga untuk mengingat kembali teragedi itu ia
menulis dengan karyanya, Qur’an Liberation and Pluralism,[13]
yang mengulas kembali tentang kisah sedih kehidupan yang dilalui sejak kecil.
Adapun pendapat Farid Essack, berteologi bukan
berarti mengurusi urusan Tuhan semata, neraka, surga dan lain-lain. Tuhan
adalah zat yang tidak perlu diurus, banyak mengurusi Tuhan itu adalah
pekerjaaan sia-sia (mubazir). Teologi harus dipraksiskan, bukan digenggam
erat-erat untuk tujuan kesalehan pribadi. Akan tetapi dengan mendekati dan
mengasihi makhluknya, kita juga telah mengabdikan diri kepada Tuhan.[14]
Semangat Farid Essack di Afrika Utara
mengembangkan teologi pembebasan dan pluralisme. Perjuangannya sesuai penafsiran
atas ayat-ayat Alquran,[15]
Akhirnya Farid mampu membangkitkan semangat perlawanan orang dhu`afa dan petani
miskin dari penindasan yang dilakukan para tengkulak dan tuan tanah sehingga
perekonomian masyarakat miskin menjadi lebih baik.
3. Muhammad Yunus
Tokoh yang satu ini adalah Muhammad Yunus.
Muhammad Yunus dengan aksi Grameent Bank-nya di Bangladesh,[16]
berhasil memberdayakan kaum dhu`afa dan orang-orang miskin, terutama wanita.
Muhammad Yunus dengan melalui Grameent Bank memberikan pinjaman modal dengan
pembayaran yang ringan dan terjun membimbing masyarakat miskin Bangladesh dalam
kegiatan pemberdayaan ekonomi mikro hingga mereka terlepas dari jeratan
rentenir dan tengkulak seperti lintah darat.
Muhmamad Yunus ada kesaman dengan tokoh Asghar
Ali yang terispirasi Surat Al-Maun dan Al-Balad yang memerintahkan membebaskan
perbudakan, menyantun anak yatim dan miskin. Akhirnya Muhammad Yunus pun terjun
ke masyarakat mengarahkan, membimbing, dan menggerakkan masyarakat miskin agar
bekerja dan berwiraswasta secara mandiri dengan menciptakan produk-produk khas
daerah dan industri rumah tangga.
4. Hasan Hanafi
Hasan Hanafi dilahirkan pada tanggal 13
Februari 1935 di Kairo. Pendidikan di awali 1948. Sejak kecil ia mengetahui
pemikiran yang dikembangkan oleh kelompok dan aktivitas sosialnya. Adapun karya
Hanafi, Kiri Islam (Al-Yasar Al-Islami) merupakan salah satu puncak sublimasi
pemikirannya sejak revolusi 1952. Buku ini memuat tentang bagaimana sumbangan
agama bagi kesejahteraan umat manusia.[17]
Adapun pokok pemikirannya antara lain:
Kritikan terhadap teologi tradisional, Umat
Islam hendaknya orientasi perangkat konseptual system kepercayaan (teologi)
sesuai dengan perubahan konteks politik terjadi. Umat Islam mengalami kekalahan
di berbagai medan pertempuran sepanjang priode kolonialisasi karena mengikuti
klasik, untuk itu perlu diubah berpola kepada kerangka koseptual baru yang
berasal dari modern. Kegagalan para teologi tradisional disebabkan oleh sikap
para penyusun teologi yang tidak mengaitkan dengan kesadaran murni dan
nilai-nilai perbuatan manusia.
Teologi Islam klasik yang membicarakan ilmu
ketuhanan tidak usah dipersoalkan akan tetapi hendaknya rekonstruksi, artinya
membangun kembali sehingga terpungsi teologi itu menjadi ilmu-ilmu yang berguna
bagi masa kini, menjadi solusi dari masalahah umat, bukan menjadi dogma-dogma
keagamaan yang kosong, akan tetapi menjelma ilmu tentang pejuang sosial.[18]
Hal ini senada yang dikatan oleh Zuhairi
Misrawi,[19]
dokrin keagamaan mestinya dapat memberikan perhatian yang lebih besar pada
persoalan kemanusiaan, mengotekstualisasikan teologi dengan problem kemanusian.
Adapun melatar belakangi diperlukan rekontruksi teologi menurut Hanafi adalah
sebagai berikut:
“Kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang
jelas ditengah-tengah pertarungan global antara berbagai ideologi. Pentingnya
teologi baru ini bukan semata pada sisi teoritisnya, melainkan juga terletak
pada kepentingan praktis untuk secara nyata mewujudkan ideologi sebagai gerakan
dalam sejarah. Salah satu kepentingan ini adalah memecahkan problem penduduk
tanah di Negara-negara Muslim. Kepentingan teologi yang bersipat praktis
(amaliyah fi’liyah) yaitu secara nyata diwujudkan dalam realita tauhid dalam
dunia Islam. Hanafi menghendaki adanya teologi dunia yaitu teologi baru yang
dapat mempersatukan umat Islam di bawah satu orde”. [20]
Selain tokoh-tokoh di atas masih banyak lagi
yang lain, seperti: Maulana Sayyid A’la Maududi, tokoh yang kelahiran di India
25 November 1903 ini, sangat gentol memperjuangkan nasib kaum lemah, sehingga
ia mendirikan Jama’at I’Islami.[21]
Menurutnya, orang-orang yang mempunyai iman dalam hatinya tidak akan mau
dikuasai oleh suatu sistem yang jahat dan tidak akan menggerutu memberikan
harta kekayaannya dan mereka hidup dalam perjuangan menegakan Islam. Jihad yang
pertama sebenarnya adalah perjuangan moral di masyarakat Islam yang bertujuan
pembaharuan baik yang berpusat pada peribadi dan social agar tidak ditundukan
kepada ketidak adilan.[22]
Begitu juga Ali Shariati lahir 23 November
1933, di Mazinan, dekat Mashhad, Iran.[23]
Menurutnya:
“Kebudayaan orang Muslim adalah campuran
campuran iman, idealisme, dan kerohanian namun dan daya dengan semangat nya yan
menonjol yaitu persamaan dan keadilan …tidak seperti agama lain yang
membenarkan kemiskinan , Islam mengutuk kemiskinan …unsure-unsur didasar pada
usaha gigih… Allah menghormati martabat manusia.”[24]
Shariati juga terkenal dengan sebuatan kaum
mustadh’afin. Ia menyebutkan “Allah orang-orang tertindas, orang berjuang untuk
kebebasan mereka, orang-orang yang mati syahid demi kebenaran dan keadilan”. Di
samping itu ia terkenal juga “rausan fikr” atau orang-orang terserahkan.
Seorang yang memperoleh pencerahan adalah orang yang menyadari pertentangan
social yang ada dan sebab-sebabnya yang sesungguhnya dan mengetahui kebutuhan
zamannya, memberikan pemecahan dan mengambil bagian menggerakan dan mendidik
masyarakat yang statis dan bodoh. Orang mendapat pencerahan ia harus meneruskan
jalan Nabi untuk membimbing, memecahkan masalah masyarakat.[25]
1). Pembebasan dari
ketidaksetaraan manusia
Pada zaman Nabi Muhamad dulu, masyarakat Arab
dikenal fanatik terhadap suku mereka. Sikap fanatisme atau ashabiyah
ini terekspresikan dengan memandang rendah orang di luar
kelompoknya. Selain itu, sebagaimana di belahan bumi lainnya, perbudakan adalah
sesuatu yang lazim. Tindakan nabi memilih sahabat Bilal sebagai muazzin
pada waktu itu sungguh merupakan tindakan yang menurut Asghar cukup
revolusioner sebab sebelumnya, bilal yang berasal dari etnis berkulit hitam
tersebut adalah bekas budak. Dengan cara ini nabi menunjukkan bahwa harkat
martabat manusia melampaui batas-batas etnis, suku, warna kulit, merdeka atau
hamba sahaya.[26]
Selain itu, Al-Qur’an menegaskan bahwa
sesungguhnya semua umat manusia berasal dari satu keturunan yang sama. Tidak
ada yang lebih mulia satu dari lainnya berdasarkan etnis, suku ataupun warna
kulitKemulian itu hanya bisa dicapai lewat kualitas ketakwaan. Al-Qur’an
menyatakan:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan
kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa
– bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang
yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al-hujurat:
13).
Ayat di atas diperuntukkan tidak hanya bagi
orang Arab, tetapi bagi seluruh umat manusia. Dewasa ini, persoalan
kesetaraan umat manusia masih menjadi persoalan dunia. Rasisme masih
menghinggap di banyak pikiran orang, sehingga PBB perlu untuk meneguhkan
ide-ide persamaan ini.
2). Pembebasan dari
Ketidakadilan Jender
Pada zaman Nabi, untuk pertama kalinya
perempuan Arab mendapatkan banyak hak yang sebelumnya tak terbayangkan.
Perempuan pada masa itu dalam posisi sub-ordinat yang sangat lemah. Nabi
menetapkan, Perempuan bisa mewarisi, bisa mempunyai hak milik sendiri, bisa
menta cerai dan bisa menentukan dirinya sendiri. Pada sisi lain, poligini yang
sebelumnya tanpa batas, kemudian dibatasi maksimal empat istri. Itupun dengan
persyaratan yang ketat. Sedangkan poliandri dengan tegas dilarang.[27]
Selain itu, Nabi Muhamad merubah perlakuan
masyarakat terhadap anak perempuan. Jika sebelumnya masyarakat Arab mempunyai
tradisi mengubur anak perempuannya hidup-hidup karena rasa malu, maka Nabi
kemudian melarang tradisi itu sekaligus merubah stigma negatif terhadap anak
perempuan.
Selain itu, Islam juga memberikan hak yang sama
bagi perempuan untuk mendapatkan pendidikan, hak berpolitik, hak untuk
memimpin, hak untuk bekerja dan hak untuk terlibat aktif pada urusan publik.
Untuk itu, pada sisi lain, Asghar mengkritik Negara-negara yang mengatasnamakan
Islam melakukan pengekangan terhadap hak-hak perempuan.
3). Pembebasan dari
ketidakadilan ekonomi
Ketidakadilan ekonomi adalah persoalan yang
paling banyak disinggung oleh Asghar Ali. Dalam Al-Qur’an, kata kunci keadilan
adalah ‘adl
dan qist.
Ádl dalam bahasa Arab mengandanung arti sawiyyah atau persamaan/kesetaraan.
Kata itu juga mengandung arti pemerataan dan kesamaan. Sedangkan qist mengandung
arti distribusi, jarak yang merata, kejujuran dan kewajaran.[28]
Dengan konsep ini, maka yang diinginkan oleh
Al-qur’an adalah pemerataan kekayaan. Oleh karena itu Islam melarang
konsentrasi harta pada pihak-pihak tertentu. Dan menentang bermewah-mewahan
dengan harta, sementara pada saat yang sama banyak orang lain yang membutuhkan.
Konsentrasi ini dalam konteks saat ini bisa pada diri perseorangan atau
kelompok dalam satu wilayah atau Negara, bahkan bisa lintas Negara. Polaritas
antara Negara Utara dan Negara Selatan di mana kebanyakan negara berpenduduk
Islam berada di situ, adalah juga bentuk konsentrasi kekayaan. Negara Utara,
teerutama G-8, mewakili negara dengan kekayaan berlimpah sedangkan Negara
Selatan mewakili Negara dunia ketiga yang miskin.[29]
Asghar
lalu menunjuk pada struktur ekonomi yang timpang antara Negara Utara dan Negara
Selatan, aturan-aturan perdagangan seperti WTO, atau aturan bantuan oleh World
Bank dan IMF yang menciptakan ketergatungan negara miskin dan menguntungkan
Negara kaya. Selain itu Asghar juga menunjuk dominasi Multinational
Corporation (MNC) dan Transnational Corporation (TNC)
yang banyak mengeksploitasi buruh dan sumberdaya alam di negara dunia ketiga.[30]
Kondisi eksploitatif ini sampai sekarang belun ada tanda-tanda akan mereda,
bahkan seiring dengan menguatnya madzhab ekonomi neo-liberal, Negara-negara kuat
semakin kuat untuk mengekspresikan naluri-naluri eksploitatifnya dengan menekan
Negara-negara lemah agar membuat kebijakan yang menguntungkan mereka.
Hanya
saja, tawaran Asghar mengenai masalah ketidakadilan ekonomi ini sangat
problematis. Pada masalah bunga bank, ia tidak setuju dengan upaya pendirian
perbankan tanpa bunga, karena cara seperti itu hanya artificial semata dan
tidak menyelesaikan persoalan yang sesungguhnya, yaitu system ekonomi
kapitalistik yang eksploitatif.
Akan
tetapi ia belum memberi solusi yang jelas atas problem perbankan ini. Pada sisi
lain, kritiknya atas sistem ekonomi kapitalis tidak disertai dengan tawaran
yang kongkrit tentang sistem ekonomi alternatif. Gagasannya yang cenderung
sosialistik tidak serta merta diikuti dengan tawaran sistem ekonomi sosialis
atau system ekonomi lainnya yang menjadi alternative dari kapitalisme. Untuk
konteks sekarang ada banyak contoh dari Amerika Latin yang secara kebetulan
merupakan basis Teologi Pembebasan. Di sana kapitalisme mendapat goyangan yang
cukup hebat karena semakin banyaknya tokoh-tokoh “kiri” yang menjadi presiden.
Mereka kemudian membawa negaranya beralih ke sistem yang popular dengan sebutan
‘neo-sosialisme’ yang merupakan revisi dari sosialisme yang dinilai kurang
mampu membawa kemakmuran.[31]
2.5
Teologi
Lingkungan
Teologi lingkungan adalah tuntutan kesadaran
beragama yang memiliki keterlibatan dan keberpihakan penuh kepada lingkungan
yang bertujuan dan berperan untuk mendekonstruksi, menguji kembali sikap hidup
dan tingkah laku kita terhadap alam.[32]
Baik itu meliputi alam (Thabi’ah) diciptakan Allah seperti bintang, matahari,
bumi dan sebagainya, serta begitu juga alam industri (shina’iyah) yang
diciptakan manusia seperti rumah, pohon yang ditanam dan lain-lain.[33]
Dari penjelasan di atas bahwa teologi
lingkungan merupakan tuntutan dengan penuh kesadaran kepada lingkungan baik
meliputi alam ciptaan Allah swt dan alam yang dibuat oleh manusia untuk dijaga
dan jangan dirusak, atau dengan kata lain bagaimana kita berkhlak kepada alam
sesuai dengan tuntutan agama. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Harun
Nasution, sebagaimana dikutip Tsuroya Kiswati, bahwa alam merupakan ciptaan
Allah SWT yang tidak bisa diabaikan.[34]
Visi dan misi seorang berteologi harus sampai pada aspek keselamatan yang
bersifat universal, karena seluruh alam luas ini akan menjadi rahmat bagi manusia
tidak ada yang sia-sia.[35]
1.
Peran Manusia Terhadap Lingkungan
Manusia memiliki peranan yang amat penting
dalam pemeliharaan lingkungan. Sebagaimana dikutip Yusuf al-Qaradhawi dalam
Araghib al-Asfahani bahwa, ada tiga tujuan manusia berperan terhadap lingkungan
:
Pertama: Untuk mengabdi pada Allah swt,
(Adz-Dzariyat: 56):
ماخلقت
الجنّ والانس الاّليعبدون {الذّاريات:56}
“Dan Aku
tidak menciptakn jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”. (QS.
Adz-Dzariyat: 56)
Ibadah ini meliputi seala sesuatu yang
disenangi Allah swt dan diridhai-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan.
Maka dalam konteks ini sebenarnya bentuk ibadah mencakup semua aspek kehidupan.
Kedua: Sebagai wakil (Khalifah) Allah SWT di
atas bumi. Allah berfirman (Al-baqarah: 30):
واذقال
ربك انّى جاعل فى الاض خليفة قالوااتجعل فيها من يفسد فيهاويسفك الدّماء ونحن
نسبّح بحمدك ونقدّسلك قال انّى اعلم ماالاتعلمون {البقرة:30}
“Dan ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi. Kata mereka, "Kenapa hendak Engkau
jadikan di bumi itu orang yang akan berbuat kerusakan padanya dan menumpahkan
darah padahal kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu dan menyucikan-Mu Allah
berfirman, "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".( Al-baqarah: 30)
supaya praktik kekhalipahan ini terwujud,
mereka dituntut untuk menegakan kebenaran dan keadilan, serta menyiarkan
kebaikan dan kemaslahatan. Ketiga: Membangun peradaban dimuka bumi.
Dalam
salah satu firmanNya (Hud: 61):
والى ثموداخاهم صالحا قال ياقوم
اعبدواالله مالكم من اله غيره هوانشاكم من الارض واستعمركم فيهافاستغفروه ثمّ
توبوااليه انّربّى قريب مجيب {هود:61}
“ Dia
telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadi pemakmurnya”. Arti menjadi
pemakmur di sini mengandung pesan pada manusia untuk membangunnya.” (QS.Hud:
61)
Memperhatikan
pendapat dan diperkuat oleh firman Allah swt di atas, maka manusia mempunyai
beban dan bertanggung jawab untuk membangun agar bumi bisa sempurna lewat cara
menanam, membangun, memperbaiki dan menghidup, serta menghindarkan diri dari
perbuatan-perbuatan yang merusak.[36]
Manusia
melakukan tindakan kesalahan pengelolaan dalam interaksinya dengan berbagai
komponen alam dan sumberdaya dalam suatu ekosistem, maka akan terjadi
pencemaran, krisis lingkungan, degradasi mutu lingkungan dan bahkan bencana
alam.[37]
Menurut Gail Omvedt sebagaimana dikutip Amaladoss menyebutkan, merusak
lingkungan merupakan kemerosotan dan berdampak buruk pada kualitas diri
sendiri.[38]
Dan orang yang mengeksploitasi alam secara rakus dan merusak berarti ia
berusaha merampas eksistensi dan kehidupan alam semesta serta berusaha
menggugat dan merampas hak dan kekuasaan Tuhan.[39]
Oleh karenanya sebagai orang beriman maka ia mesti mereflleksikan atau mempraktikkan
teologi lingkungan dalam proses menuju keselamatan seluruh ciptaan Tuhan.
Menurut Yusuf Qardhawi ada beberapa
factor-faktor merusak lingkungan :
1. Mengubah ciptaan Allah.
Mengubah sunnah Allah merupakan salah satu
pengrusak lingkungan yang sangat berbahaya , yang akan melampai batas-batas
asli penciptaanNya, yang disediakan bagi kemaslahatan manusia. Mengubah di sini
maksudnya yaitu mengubah fitrah manusia yang telah diciptakan Allah sesuai
dengan fitrahnya, dan setan akan berupaya menggoda manusia merusak (an-Nahl:
119):
ثمّ انّ ربّك للّذين عملو السّوء بجهالة ثمّ
تابوامن بعدذالك واصلحوا انّ ربّك من بعدها لغفور رحيم {النحل:119}
“Kemudian sesungguhnya Rabbmu terhadap
orang-orang yang mengerjakan keburukan karena kebodohannya kemudian mereka bertobat sesudah itu dan memperbaiki
dirinya sesungguhnya Rabbmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS.an-Nahl: 119)
2. Kezaliman
Kezaliman merupakan perusakan di laut dan darat
dan ini merupakan pengrusakan yang paling berbahaya, baik kepada manusia,
hewan, tumbuhan dan benda-benda padat, tanah, air, udara dan lain-lain.
Sesungguhnya kezaliman dan kejahatan adalah perbuatan yang dibenci oleh Allah.
Dan Allah akan membalas perbuatan
zalim (an- Naml: 52), (al-Kahfi: 59)[40],
(Yunus: 23) dan (Hud: 117). Orang baik berbuat kebajikan tidak akan dihancurkan
oleh Allah meskipun tidak beragama Islam. Karena perbuatan baik untuk merka
sendiri dan Allah menunda hukuman sampai kiamat. Hal ini senada dengan ungkapan
Ibnu Taimiyah, “ Sesungguhnya Allah akan membiarakan Negara kafir apabila
berlaku adil dan akan memusnahkan Negara Islam yang banyak terjadi kezaliman di
dalamnya” dengan kata lain, orang zalim tidak akan bermanfaat Islamnya jika ia
berlaku zalim terhadap makhluk Allah lainnya.[41]
3. Berjalan sombong di muka bumi,
(lihat,al-qoshos: 41)
وجعلناهم ائمّة يدعون الى النّار ويوم
القيمة لا ينصرون{القصص:41}
“Dan Kami jadikan mereka pemimpin-pemimpin yang menyeru ke neraka dan pada hari kiamat mereka tidak akan
ditolong”. (QS.al-qoshos: 41)
4.
Menuruti hawa nafsu
Bila manusia ditundukkan oleh hawa nafsu dan
mementingkan kepuasan syahwat serta hasrat dunia, mendahulukan hawa nafsu
daripada akalnya maka kerusakanpun terjadi, bahkan akan dibinasakan oleh Allah
(al-Mukminun: 71)
ولوالتّبع الحقّ اهواء هم لفسدت
السّموات والارض ومن فيهنّ بل اتينهم بذكرهم فهم عن ذكر ربّهم معرضون{المؤمنون:71}
“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu
mereka pasti binasalah langit dan bumi dan semua yang ada di
dalamnya.Sebenarnya Kami telah mendatangkan kepada mereka kebanggaan mereka
tetapi mereka berpaling dari kebanggaan itu”. (QS.al-Mukminun: 71)
5. Penyimpangan dari keseimbangan kosmos
Allah telah menciptakan sesuatu sesuai dengan
ukurannya lalu diletaknya sesuatu dengan segala perhitungan (Ar-Ra’du: 8),
(al-hijr:19), (ar-Rahman: 5-9), ayat ini mengisyarat pada keseimbangan kosmos.
Kerusakan yang terjadi di muka bumi disebabkan oleh tangan manusia.(Ar-rum:
41), bila ini terjadi kemerosotan lingkungan berdampak buruk pada proses kita
sendiri.
6. Kufur terhadap nikmat Allah
Manusia yang lupa mensyukuri dan memelihara dan
menyalah gunakan melanngar aturan Allah oran itu dikatakan kufur nikmat yang
akhirnya menyebabkan hilangnya nikmat tersebut. Pelakunya akan mendapat hukuman
dari Allah, banyak ayat tentang membicarakan tentang kufur nikmat akan mendapat
kesensaraan dan juga membuat kerusakan diantaranya: (Ibrahim: 7, Al-Ahzab: 182,
Ali-Imran: dan an-Naml: 112 dan Ibrahim: 28).
2. Pandangan ahli tentang kewajiban memelihara
lingkungan
Pandangan kalangan Ilmu Ushuluddin menyatakan
semua ciptaan baik makhluk hidup atau mati, semua itu makhluk bersujud kepada
Allah SWT, termasuk kedalam golongan manusia, diciptakan, (An-Nahl: 3-8).[42]
Ia ikut bersama manusia dalam kafasitasnya memuji pada Allah, menaati
perintahNya dan patuh terhadap semua hukum yang berlaku bagi semua makhluk
(Al-Hasyr: 1, at-Taghabun:1 dan al-Isra’: 44) Akan tetapi karena manusia
berikrar menyanggupi memikul amanat (al-Ahzab:72), berarti manusia itu menerima
amanat kekhilafahan Allah Swt di muka bumi, (al-Baqarah: 30, al-An’am: 165).
Khalifah berarti wakil/pengganti.[43]
Dalam konteks ini manusia adalah wakil Allah Swt yang memiliki kewajiban moral
menjabarkan segala kehendak Allah Swt di muka bumi ini agar bumi tetap dalam
kondisi nature-nya (QS. Hud: 61)sebagai pengayom/memelihara alam ini.
والى ثموداخاهم
صالحا قال ياقوم اعبدواالله مالكم من اله غيره هوانشاكم من الارض واستعمركم
فيهافاستغفروه ثمّ توبوااليه انّربّى قريب مجيب {هود:61}
“Dan kepada Tsamud saudara mereka Saleh. Saleh berkata, "Hai kaumku!
Sembahlah Allah sekali-kali tidak ada bagi kalian Tuhan selain Dia. Dia telah
menciptakan kalian dari bumi dan menjadikan kalian pemakmurnya karena itu
mohonlah ampunan-Nya kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Rabbku amat
dekat lagi memperkenankan”.(QS. Hud: 61)
Sedangkan kalangan Ilmu
Fiqih menyatakan, sesuai dengan ilmu fiqh yang mengatur hubungan manusia dengan
TuhanNya, sesamanya dan lingkungan. Menyebutkan Perhatian terhadap lingkungan,
mengatur dan memeliharanya adalah wajib. Di antara kaedah-kaedah yang keras
tentang menjaga lingkungan berbunyi, “ Keadaan darurat tidak boleh dijadikan
alasan untuk menganggu hak-hak yang lain” (al-idhtiror la yabthil haqqa al-ghair)
[44], ini merupakan prinsip yang dipakai untuk menetapkan hukum yang berkaitan
dengan pemeliharaan dan kelestariaan lingkungan.Tokohnya yang berkutat adalah,
As-Syuyuthi yang bermazhab Syafi’i dan Ibnu Najim bermazhab Hanafi. [45]
Dari kaedah diatas, kita
bisa menetapkan hukum zaman sekarang, terutama terhadap mereka yang sering
menganggu ketertiban lingkungan, dan melampau batas, seperti dilakukan oleh
Industri-industri, Perusahaan yang tidak peduli dampak yang menimpa masyarakat,
mereka ini jelas salah dan menciptakan malapetaka bagi orang umum. Mereka di
ibaratkan ”seperti kaum yang mendayung perahu yang kemudian saling menabrak
mereka yang di atas dan dibawah. Mereka di bawah apabila minum dari air akan
berjalan di atasnya. Lalu mereka berkata kami buat lubang di bawah pasti tidak
akan menyusahkan yang di atas, sekiranya yang di atas membiarkan mereka di
bawah, maka semuanya mati tetapi jika mereka mencegahnya maka semuanya selamat”
(HR. Buchori).[46]
Kemudian dari kalangan Ushul fiqih, orang yang
pertama kali meletakan pondasi terhadap bangunan yang membahas kepentingan
masyarakat, Abu Hamid Al-Ghazali dengan bukunya “al-Mustashfanim ilm ushul”,
setelah itu Izuddin dengan bukunya “Qawaid al-Ahkafi fi Mashalihil al-Anam”
yang memuat tentang kaidah hukum bagi kemaslahatan manusia. Semua syariat
mengandung unsur maslahat, baik yang mempunyai orientasi menjaga dari
unsure-unsur bahaya serta melaksanakan makruf dan menghidari kejahatan.
Upaya perbaikan lingkungan dan pemeliharaan
dapat dilakukan denga dua pijakan: 1. Metode solutif dan positif atau metode
eksestensi menrurut istilah Asy-Syatibi 2. Metode pragmatis atau negative. Dua
kerangka inilah dalam bukunya “Pemeliharaan” yang tersirat kata “ perlindungan”
dalam aplikasinya mencakup perlindungan terhadap keberadaannya dan sisi
penjagaan dari kepunahannya. Pemeliharaan lingkungan berarti:1. Menjaga
lingkungan sama dengan menjaga agama. 2. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga
jiwa. 3. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga keturunan. 5. Menjaga
lingkungan sama dengan menjaga akal. 6. Menjaga lingkungan sama dengan menjaga
harta.[47]
Dari paparan teologi lingkungan di atas, kalau
kita tarik benang merahnya berarti jelaslah bahwa manusia dituntut menjaga dan
memelihara lingkungan baik itu meliputi alam (Thabi’ah) diciptakan Allah
seperti manusia, bintang, laut, matahari, bulan, bumi, tambang, mineral dan
sebagainya, serta begitu juga alam industri (shina’iyah) yang diciptakan
manusia seperti bangunan-bangunan, hasil karya, pohon yang ditanam dan
lain-lain. Dan perlu dipahami kewajiban menjaga, memelihara dan menggunakan
atau mengelola serta mengayomi lingkungan dengan baik bukan tuntutan dari norma
adat dan negara akan tetapi merupakan perintah dari Allah SWT (Lihat wahyu).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Teologi
kontemporer menurut KBBI berarti pendapat, paham,haluan. Sedangkan kontemporer
adalah pada waktu yang sama; semasa; sewaktu. Dari pengertian tersebut teologi
Kontemporer adalah aliran yang berupaya menjawab permasalahan yang muncul pada
masa kini.
Teologi
ini muncul sebagai respon persoalan kemanusiaan yang timbul di berbagai belahan
dunia. Karena teologi klasik tidak lagi sesuai dengan permasalahan yang muncul
pada masa kini, selain itu tidak dapat di jadikan ‘pandangan yang benar-benar
hidup’ yang memberi motivasi tindakan dalam kehidupan konkrit manusia.
Teologi
Kontemporer disebut juga teologi pembebasan, teologi Lingkungan, Islam kiri
atau teologi kiri. Meski demikian semuanya mengarah pada kesejahteraan hidup
dan lingkungan. Adapun tokoh-tokoh yang gigih mejalankan nya diantaranya yaitu,
Asghar Ali Engineer, Maulana Farid Essack, Muhammad Yunus, Hasan
Hanafi, dll.
Jadi,
teologi kontemporer itu merupakan hasil pemikiran yang muncul karena adanya
persoalan kemanusiaan dan berusahan menaganinya.
3.2 Saran
Kami
sadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, kami berharap kekurangan
dalam makalah ini untuk dibenahi dan
untuk mendatang semoga memberi manfaat bagi pembaca dan pembuat. Wassalam
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,
Amin. 1995. Filsafah Kalam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ali Engineer,
Asghar. 1999. Islam dan Teologi
Pembebasan. Yogyakarta: Pustaka
pelajar.
Al-Qaradhawi,
Yusuf. 2001. Islam: Agama Ramah Lingkungan, terj. Abdullah at. Al.
Jakarta:Pustaka.
Amaladoss,
Michael. 2001. Teologi Pembebasan Asia, terj. A. Widyamartaya at. Al.
Yokyakarta: Pustaka Pelajar.
Ariffin,
Bey. 2005. Samudra Al-fatiha, Surabaya: Bina Ilmu.
Hanafi,
Hasan. Dirasat Islamiyyah. Maktabah al-Anjilo al-Mishriyyah, Kairo.
______. 2007. Kiri
Islam, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme,
Telaah Kritis atas Pemikiran Hassan Hanaf. terj. Imam Aziz dan
Jadul Maula. cet. VII. Yogjakarta: LKIS.
Hanif.
1991. Min al-Aqidah ila al-Tsaurah,I. Kairo: maktabah matbuli.
Kiswati,
Tsuroya. tanpa tahun. Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam.
Jakarta: Erlangga.
Kusnadiningrat,
E. 1999. Teologi dan Pembebasan: Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi,
Jakarta: Logos.
Lubis, Ahmad
Dayan. 2006. Teologi pembebasan. dalam Isu-Isu Islam, dalam Katimin, et.
al. (ed.). Isu-Isu Islam Kontemporer. Bandung: Citapustaka Media.
Lubis, Ibrahim. Makalah
teologi kontemporer. (http://makalahmajannaii.blogspot.com), diakses tanggal 27 Mei 2012.
(http://akarpondation-wardress.com/2003/03/15.menggagas-kembali
teologi- lingkungan),diakses
tanggal 28 Meil 2012.
Maarif,
Ahmad Syafii. 1995. Membumikan Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sahidin,Ahmad. Teologi. http:// gerbong Cendikian com/, UIN
Bandung,diakses 28 Mei 2012.
Suseno, Frans Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx dari sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionism. Jakarta: gramedi.
Rozak, Abdul. 2006. et. al. Ilmu Kalam: Untuk UIN, STAIN, PTAIS,
Bandung: Pustaka Setia.
(http ://cakfata-denbagus, bologspot.com/2008/10/teologi-lingkungan
islam),diakses tanggal 27 Mei 2012.
[1]
Amin Abdullah, Filsafah Kalam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1995, hlm.89
[4]
Hanif, Min al-Aqidah ila al-Tsaurah,I, maktabah matbuli, Kairo, 1991,
hlm. 59
[5] Hasan
hanafi, Dirasat Islamiyyah, Maktabah al-Anjilo al-Mishriyyah, Kairo,
hlm. 205
[6]
Ahmad Stafii Maarif, Membumikan Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1995, hlm.4
[7]
Asghar Ali Engineer, Islam dan
Teologi Pembebasan, Pustaka pelajar, Yogyakarta, 1999, hlm. 2
[8]
Frans Magnis Suseno, Pemikiran Karl Marx dari sosialisme Utopis ke
Perselisihan Revisionisme, gramedi, Jakarta, 1999, hlm. 73
[9] Hassan hanafi, Kiri Islam, dalam Kazuo Shimogaki, Kiri
Islam Antara Modernisme dan Posmodernisme, Telaah Kritis atas Pemikiran Hassan
Hanafi, terj. Imam Aziz dan Jadul Maula, LKIS,Yogjakarta, cet. VII, 2007, hlm.116
[10]
http://en.wikipedia.org/wiki/Asghar_Ali_Engineer
[11] Ahmad Dayan
Lubis, Teologi pembebasan, dalam Isu-Isu Islam, dalam Katimin,
et. al. (ed.), Isu-Isu Islam Kontemporer, Citapustaka Media, Bandung, 2006, hlm. 123
[12] Asghar, Islam
dan Teologi pemebebasan, hlm. 83.
[13] Ahmad Dayan
Lubis, Op.cit, hlm.124
[14]Ahmad Dayan
Lubis, Op.cit,hlm.125
[15] Ahmad Sahidin,
Teologi, http:// gerbong Cendikian com/, UIN Bandung, download,diakses 28 Mei
2012
[16] Ibid
[17] Abdul Rozak,
et. al, Ilmu Kalam: Untuk UIN, STAIN, PTAIS, Pustaka Setia, Bandung,
2006, hlm. 234.
[18] E.
Kusnadiningrat, Teologi dan Pembebasan: Gagasan Islam Kiri Hasan Hanafi,
Logos,Jakarta, 1999, hlm. 64
[19] Ahmad Dayan
Lubis, Op.cit, hlm.128
[21] Michael
Amaladoss, Teologi Pembebasan Asia, terj. A. Widyamartaya at. Al,
Yokyakarta, Pustaka Pelajar, 2001, hlm.218
[22] Ibid,
hlm.222-223
[23] Ibid,
hlm. 228
[25] Ahmad Dayan,
Op.cit, hlm.122
[26] Asghar Ali
Engineer, Islam
dan Teologi Pembebasan, hlm. 47
[27] Ibid
[28] Ibid, hlm.59-60
[30] Ibid, hlm.143
[31] Ibrahim Lubis,
Makalah
teologi kontemporer , http://makalahmajannaii.blogspot.com, diakses tanggal 27 Mei 2012
[32] http://akarpondation-wardress.com/2003/03/15.menggagas-kembali
teologi-lingkungan, donwload,diakses tanggal 28 Meil 2012
[33] Yusuf
Al-Qaradhawi, Islam: Agama Ramah Lingkungan, terj. Abdullah at. al,
Pustaka, Jakarta, 2001, hlm. 5
[34]Tsuroya
Kiswati, Al-Juwaini: Peletak Dasar Teologi Rasional Dalam Islam,
Erlangga, Jakarta, tanpa tahun, hlm. 41
[35] Bey
Ariffin,Samudra Al-fatiha, Bina Ilmu, Surabaya, 2005, hlm. 152.
[37] http://arismarfai,staff,ugm,ac.id/lingkungan,
diakses tanggal 28 Mei 2012
[38]Michael
Amaladoss, Op.cit, hlm.86
[39] http://akarpondation-wardress.com
[40] وتلك القرى اهلكنا لهم ظلمواوجعلنالمهلكهم موعدا{الكهف:59}
[41] Yusuf
al-Qaradhawi, Islam: Agama Ramah, hlm.350
[42] Ibid, hlm.20-21
[43]http ://cakfata-denbagus,bologspot.com/2008/10/teologi-lingkungan
islam,diakses tanggal 27 Mei 2012
[44] Yusuf
al-Qaradhawi, Op.cit, hlm.56-57
[45] Ibid
[46] Ibid, hlm.58
[47] Ibid, hlm.71